Kuatnya Setrum Panas Bumi di Utara Sulawesi

Bauran energi baru terbarukan pada sistem kelistrikan di Pulau Sulawesi mencatatkan proporsi paling tinggi dibandingkan dengan kawasan lain di Tanah Air

Bisnis.com, MANADO - Bauran energi baru terbarukan atau EBT pada sistem kelistrikan di Pulau Sulawesi mencatatkan proporsi paling tinggi dibandingkan dengan kawasan lain di Tanah Air. Bahkan, sumber EBT yang termanfaatkan di Sulawesi memiliki variabel yang komprehensif mulai dari tenaga hidro, tenaga angin/bayu, tenaga surya, biomassa hingga pemanfaatan energi panas bumi.

Secara kumulatif, kapasitas listrik dari pembangkit berbasis EBT di Sulawesi sejauh ini telah mencapai sekitar 1.054,46 MegaWatt (MW) atau dengan bauran sebesar 33,58% dari total kapasitas terpasang sistem kelistrikan Sulawesi. Karakteristik pembangkit listrik berbasis EBT juga memiliki keberagaman yang menyesuaikan potensi sumber energi terbarukan di Sulawesi.

Kendati didominasi oleh pembangkit listrik tenaga hidro/air, transisi energi bersih di Sulawesi juga tidak lepas dari pengembangan potensi EBT panas bumi yang dilakukan secara berkelanjutan lebih dari satu dasawarsa terakhir di Sulawesi. Berbeda dengan sumber energi lainnya, pemanfaatan panas bumi relatif memiliki keunggulan dari sisi konsistensi produksi listrik lantaran tidak dibayangi kendala intermiten.

Saat ini, pembangkit listrik tenaga panas bumi di Sulawesi yakni PLTP Lahendong, Sulawesi Utara dengan kapasitas mencapai 120 MW yang dioperasikan oleh entitas grup BUMN Pertamina, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO). Keberadaan PLTP Lahendong yang mulai beroperasi efektif sejak 2001 itu bahkan telah menjadi penopang sistem kelistrikan di Sulawesi Utara sekaligus kontributor terbesar bauran EBT di Sulut dan Gorontalo (Sulutgo).

Untuk terperinci, PGEO mengoperasikan enam unit PLTP di Wilayah Kerja Panasbumi (WKP) Lahendong yang masing-masing unit memiliki kapasitas terpasang sebesar 20 MW. PGE Area Lahendong mengestimasi, produksi energi dari unit pembangkit yang dioperasikan itu memasok kebutuhan listrik 133.000 rumah dengan kontribusi mencapai 30% terhadap kebutuhan listrik di wilayah Sulut dan Gorontalo.

General Manager PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Area Lahendong A. Novi Purwono mengatakan perseroan memiliki peran besar terhadap pemanfaatan potensi panas bumi di wilayah ini. Bahkan menjadi salah satu pilar transisi energi yang ada di Sulut.

Perusahaan kini terus mengembangkan dan memanajemen pembangkit-pembangkit eksisting yang sudah ada supaya bisa tetap andal dan menyuplai dengan baik kelistrikan yang ada di sini. Pihaknya juga telah berencana menambah kapasitas terpasang yang ada di PGE Lahendong, dengan beberapa proyek ke depan, antar lain pengembangan PLTP Lahendong 7 dan 8.

Di sisi lain pengembangan panas bumi Lahendong juga telah memiliki rencana yang lebih luas, selain untuk kelistrikan, nantinya akan dimanfaatkan secara langsung untuk wisata dan pertanian. Meski baru berupa rencana, namun Novi yakin pengembangan untuk dua sektor ini sangat potensial.

"Kami juga ingin bisa bermanfaat di bidang lingkungan, pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi lokal. Seperti saat ini misalnya, kami memiliki konservasi satwa endemik di Sulut yang terancam punah untuk selalu melestarikan keanekaragaman hayati," ungkapnya kepada Bisnis belum lama ini.

Sementara itu tantangan terbesar mereka saat ini adalah menjaga kapasitas agar bisa lebih terserap secara maksimal untuk kebutuhan kelistrikan di Sulutgo. Serta menjaga keandalan unit-unit eksisting, seperti unit pertama yang sudah beroperasi sejak 2001.

Kehadiran PLTP Lahendong bukan hanya memperkuat bauran energi di sistem kelistrikan Sulawesi bagian utara, namun juga mampu memberikan efek berganda secara sosial ekonomi. Pembangkit yang tersambung di kelistrikan Sulutgo dengan beban puncak menyuplai hampir 30% kebutuhan listrik dua provinsi ini menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi lokal.

"PGE akan menyerap banyak tenaga kerja sehingga akan menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi, tidak hanya dari sisi kelistrikan namun juga dari sisi masyarakat yang berperan sebagai tenaga kerja," ucap Novi.

PLTP Lahendong yang keseluruhan unitnya kini tersebar di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon ini memainkan peran penting untuk upaya peningkatan perekonomian warga sekitar melalui bantuan infrastruktur hingga peningkatan kapasitas sumber daya masyarakat, utamanya dalam bidang pertanian dan peternakan.

Salah satu peternak babi di  Desa Sendangan, Kecamatan Tompaso, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Yoke Sondakh mengatakan PGE kerap memberikan bantuan berupa indukan babi untuk dikembangkan oleh masyarakat. Dia sendiri pada 2024 lalu mendapatkan 15 indukan yang terus berkembang biak sampai saat ini.

Jika estimasi tiap indukan bisa melahirkan dua anak babi yang jika dikembangkan mencapai berat sekitar 100 kilogram (kg) per ekor, dengan harga sekitar Rp8 juta, maka tiap indukan bisa memberi keuntungan mencapai sekitar Rp16 juta.

Yoke optimis para indukannya bisa dikembangkan dengan baik, mengingat selain memberi babi, PGE juga rutin mengadakan pelatihan pemeliharaan secara lebih terstruktur. Termasuk pemahaman manajemen pemeliharaan hingga cara mengolah pakan ternak secara organik.

"Pertamina ini kontribusinya ke masyarakat, terutama para peternak babi sangat bagus. Kami diberikan peningkatan kapasitas, manajemen, cara beternak babi yang benar, cara pengolahan pakan organik supaya tidak bergantung dari pakan yang dibeli di toko dari pabrikan, kemudian ada pendampingan pemanfaatan sampah. Jadi manfaat ekonominya selama ada PGE benar-benar terasa," ungkapnya.

Selain itu, PGE Lahendong juga memberikan bantuan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Mikro yang digunakan di rumah warga. Gunanya untuk membantu penerangan dan memaksimalkan aktivitas pertanian dan peternakan warga, mengingat di wilayah tersebut sebelumnya belum terjangkau listrik.

Yoke mengungkap, sejak 2021 lalu PGE telah memberikan bantuan PLTS Mikro dengan kapasitas 400-500 watt per rumah. Namun karena kondisi kelistrikan yang semakin dibutuhkan warga, maka kapasitasnya ditingkatkan menjadi 4.500-5.000 watt hingga saat ini.

Dari kondisi tersebut, Yoke pun berharap agar segala upaya yang diberikan PGE untuk masyarakat sekitar bisa terus dipertahankan dan ditingkatkan. Dia ingin pemberian bantuan ke depannya lebih untuk permodalan hingga bibit babi. Hal tersebut dianggapnya lebih efisien untuk dijalankan.

"Selain itu kalau bisa bukan hanya ke peternakan, tapi juga di bidang yang lain seperti kepemudaan atau karang taruna. Warga mesti juga dibuatkan pelatihan dan bantuan membuat kegiatan, misal bengkel, potong rambut, supaya bisa meminimalisir tindak kenakalan yang sering terjadi di sini," tuturnya.

Operasional PLTP Lahendong

PLTP Lahendong memiliki rangkaian kompleks yang mampu menjadikan panas bumi di Negeri Nyiur Melambai jadi listrik. 

Seperti yang dijelaskan Central Control Room Operator PLTP Lahendong Unit 5 & 6 Abdullah Syarif, di mana rangkaiannya berawal dari sumur produksi. Panas bumi yang dihasilkan dari sumur ini kemudian masuk di separator untuk diseparasi agar bisa dimanfaatkan uapnya.

Dari separator, diarahkan ke scrubber untuk diseparasi lagi, sehingga uap yang akan dimanfaatkan benar-benar kering. Setelah itu masuk ke power plan yang di dalamnya ada turbin dan generator. Uap tersebut akan termanfaatkan di turbin dan terhubung dengan generator, maka akan menghasilkan energi listrik.

Di PLTP ini, teknologi yang dimanfaatkan sudah cukup canggih, antara lain ada distributed control system (DCS), di mana berbagai parameter yang ada di lapangan, baik itu tekanan, suhu, ataupun getaran arus listrik, dapat termonitor di ruang kontrol. Sehingga operator bisa mendeteksi dini jika terjadi abnormal sistem.

Kemudian pembangkit ini juga menggunakan reinjeksi fluida, yaitu fluida yang diekstraksi dari panas bumi akan dimanfaatkan ke turbin. Setelah fluida dimanfaatkan, maka diinjeksikan kembali supaya muncul keseimbangan antara yang diekstraksi dan yang direcharge.

Dari sisi perawatan, Abdullah memaparkan ada yang namanya preventive maintenance, di mana berbagai peralatan atau komponen dapat diukur atau dipantau secara rutin. Selanjutnya ada pemeliharaan korektif, di mana peralatan akan diganti atau diperbaiki apabila sudah rusak.

Kemudian prediktif maintenance, di mana data-data yang sudah dikumpulkan, baik yang diukur suhunya, tekanan, arus listriknya, bisa diketahui. Juga bisa memprediksi kapan komponen dapat diganti atau diperbaiki.

"Tantangan kita saat ini hanya dari sisi manajemen sumber daya geotermalnya. Di mana tugas paling berat itu kita harus selalu menyeimbangkan antara apa yang kita ekstraksi dan apa yang kita reinjeksikan kembali," tutur Abdullah.

Maka dari itu, pihaknya juga telah keselamatan dan kesehatan kerja dengan rutin melakukan pengembangan SOP dan mereview berkala SOP tersebut.

"Pada pekerja yang bertugas harus menggunakan APD yang sesuai dengan risiko kerja. Di area fasilitas juga kita terpasang rambu-rambu keselamatan atau tanda-tanda bahaya. Kemudian kita juga dilengkapi dengan gas detektor sehingga gas yang berbahaya dari panas bumi ini dapat kita deteksi," jelasnya.

artikel lainnya